Selamat datang di Kawasan Penyair Nusantara Lampung. Terima kasih atas kunjungan Anda.

Minggu, 14 Oktober 2007

Isbedy Stiawan ZS


Isbedy Stiawan ZS.Lahir di Tanjung Karang, 5 Juni 1958. Karyanya tersebar di media massa seperti Kompas, Republika, Suara Karya, Horison, Lampung Post, dan lain-lain Puisi tunggalnya antara lain Roman Siti dan Aku selalu Mengabarkan (2001), Aku Tandai Tahi Lalatmu (2003), Menampar Angin (2003), Kota Cahaya (2005) dan lain-lain. Antologi bersama : Dunia Lipstick, Dari Negeri Poci, Dari Bumi Lada, Resonansi Indonesia, Angkatan 2000, Hijau Kelon dan Puisi 2002 (2002), Puisi Tak Pernah Pergi (2003), 20 Tahun Cinta (2003), Wajah di balik Jendela (2003), Anak Sepasang Bintang (2003), Bunga - Bunga Cinta (2003), Jika Cinta… (2004) dan lain-lain. Kumpulan cerpennya antara lain Selembut Angin Setajam Ranting (2005), Seandainya Kau Jadi Ikan (2005), Hanya Untuk Satu Nama (2005) dan lain-lain. Pembacaan puisi antara lain : di TIM (1987), bersama penyair Indonesia di Gapena Kualalumpur Malaysia (1999), Dialog Utara VIII di Thailand (1999), pada Biennale Literary International oleh Komunitas Utan Kayu (2005), pernah mengikuti Pertemuan Sastrawan Nusantara di Kayutanam (1997), PSN di Johorbaharu Malaysia (1999). Salah satu puisinya :


Jadi Burung Di Ruang Ini

di ruang ini aku jadi burung
sedang kau sebagai saranglalu bagaimana bisa
burung pergi dari sarang ?

maka aku mengeram di dalammu
aku beternak ruh yang
bersayap di masa datang
kepakkan segala kata
jadi kalimat
rimba keramat
yang kau eram pula
sehabis hujan luruh
di luar rencana …

aku jadi burung di ruang ini
mengeram di sarangmu
beternak kalimat – kalimat
dusta,
tumbuh sayap di masa datang
yang pulang dengan kaki patah
merimba keramat …

21-22 Juli 2005

Jimmy Maruli Alfian



Jimmy Maruli Alfian, lahir di Teluk Betung, 3 Maret 1980. Mahasiswa sedang menyelesaikan Master bidang hokum pada Program Pasca Sarjana Universitas Lampung. Aktif pelbagai forum sastra dan pembacaan puisi antara lain pada Malam Puisi Indonesia di Teater Utan Kayu Jakarta(2003), Ubud Writer’s and Reader’s Festival (Sebuah Forum Sastra Antar Bangsa, Bali 2004). Juga International Literary Biennale (2005). Karya-karyanya berupa puisi, esei, tinjauan buku dipublikasikan di berbagai surat kabar, majalah, jurmal dan antologi (Koran Tempo, Kompas, Media Indonesia, Horison, Jurnal Puisi dan lainnya). Kini kesehariannya berguru dan berdarma di Komunitas Berkat Yakin dengan menmgikuti proses garapan teater : Syekh Siti Jenar (Vreddy Kastam Marta), Aduh (PutunWijaya), Malam Jahanam (Motinggo Busye), Nyanyian Angsa (Anton P.Chekov), Bunga Rumah Makan (Utuy Tatang Sontani), Hamlet (William Shakespare) dan Inspektur Jenderal (Nikolay Gogol). Salah satu puisinya :


Merajang Lajang

PERAWAN : Inilah tanahku, tak pernah tandus ! mata air,dan rahim yang sopan memilih percintaan

BUJANG : Aku ingin dilupakan dari takdir, tak perduli harum rahim ataupun mata air tempat
pemandian terakhir. Aku pertapa dengan nafas sengal dan asmara yang bebal

PERAWAN : Tempo hari, hasrat seperti apa yang ingin kau jerat?
Karena genit, kita diusir dari surga. Pindah ke kota yang hanya ditanami pepohonan kaktus
dan cinta yang tandus.Kau ingin es buah

BUJANG : Seharusnya dulu aku tak perlu mengenalmu. Cerita pilu membuat darah bergenang di jantungku !

PERAWAN : Dan kau harus menanggung kesalahan untuk semua angan-angan !

BUJANG : Tak ada benar salah dalam keinginan

PERAWAN : Tapi, seekor ular diketeduhan surga, kelak
membuat resah dua anak lelaki kita.
Lalu kebencian menjadi kaca setiap perjumpaan.

BUJANG : Aku haus. Segala cemas sepanjang umur akan kutanggalkan,
Boleh aku hisap putingmu ? Ada yang bilang, dadamu muasal ingatan. Tapi bagiku, merah
putingmu merupa pangkal embun jatuh kebatu.

PERAWAN : Aku lamunkan luka di segala keindahan. Dau kau, akan gembira menamainya perjuanagn.

BUJANG : Hijrah burung-burung. Menandakan ada lumbung di ujung jantung.

PERAWAN : Alah mak jang ! Kau penyair ?

BUJANG : Kau hitung, berapa banyak nyeri yang membuat kita berulangkali bunuh diri! Mungkin, ratusan.Itulah sebabnya, aku ingin mangkir dari takdir.
Setiap waktu, mendaki puncak mendorong batu. Sampai akhirnya dijatuhkan lagi
menyusuri sepi.

PERAWAN : Kau mulai sentimental.

BUJANG : Bukan! Lepas dari sesal, aku ingin tahu berapa lama usia kenangan mampu bertahan
dalam ingatan ? Karena pikiran terkadang menutupi tubuhnya dengan suara hujan dan
remang malam.

PERAWAN : Aah, apakah semua penyair ngaco dan sentimentil?
Sudahlah, kau masih haus ? Buka mulutmu, ada celah daging yang membuat dapat
menyelinap dari segala ratap.
Jangan sekali-sekali kau tanyakan tentang kenangan.

Depok, 2005

Inggit Putria Marga



Inggit Putria Marga Lahir di Tanjung karang, 25 Agustus 1981. Alumnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Agustus 2005 membaca puisi dalam International Literary Festival Biennale 2005 yang diselenggarakan Komunitas Utan Kayu dan Winternachten. Desember 2005 mendapatkan Anugerah Kebudayaan dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Menyiarkan puisi lewat media massa seperti Kompas, Koran Tempo dan lain – lain. Beberapa antologi bersama seperti Gerimis (dalam lain versi) terbitan DKL 2005, Livng Together (Teater Utan Kayu dan Winternechten, Agustus 2005 dan lain- lain. Kini berbakti untuk Komunitas Berkat Yakin, Lampung, sebuah komonitas yang mempelajari kesenian dengan kesadaran. Salah satu puisinya :

Bayangan Sepasang Burung

bayangan sepasang burung
terpantul di kaca gedung
di seberangnya
sebuah kuil
mendekap sesosok perempuan hamil
seorang pembakar dupa
yang tak lagi tahu ingin apa

dulu
ia rajin berdoa, merajut celana
bagi gumpal daging dalam perutnya
tapi kini
setelah tercerai cincin di jari
celana atau doa
tak lebih berharga
dari serpih abu dupa
berterbangan di patung dewa
lalu dilupakannya
begitupun
bahagia dan duka
yang dianggapnya
hanya persoalan getar dada
sungguh, ia tak lagi tahu
ingin apa

ia hanya tahu
bahwa di kaca gedung itu
langit mulai tua
dan sepasang burung
yang sedang terbang di sana
memperhatikan dia
berangsur-angsur gila

2005